-->

Ketum PPWI Desak Kepala BPN Depok Dicopot, Permohonan Sertifikat Tanah Warga Diabaikan

REDAKSI


PPWINEWS.COM, JAKARTA
– Kasus sengketa lahan seluas 27 hektare di Kelurahan Pancoran Mas, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, kembali mencuat setelah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok dinilai mengabaikan permohonan penerbitan sertifikat hak atas tanah yang diajukan para ahli waris penerima SK Kinag (Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria) No. L.R. 36/D/VIII/54/72.

Tanah tersebut merupakan lahan sah yang diberikan berdasarkan keputusan Gubernur Jawa Barat pada tahun 1972, dengan dasar hukum yang telah memperoleh kekuatan tetap, termasuk keputusan Mahkamah Agung RI dan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960. Namun hingga kini, para pemilik sah yang sebagian besar merupakan petani belum mendapatkan kepastian hukum berupa sertifikat tanah.

Kuasa pendamping warga, Rita Sari, menjelaskan bahwa para pemilik SK Kinag telah berulang kali mengajukan permohonan ke BPN Depok, namun tidak mendapat tanggapan memadai. Bahkan, surat-surat dari pemerintah daerah dan kementerian yang mendukung penyelesaian masalah tersebut disebutkan diabaikan.

Warga pemilik SK Kinag menjadi korban kezoliman akibat perilaku oknum aparat BPN yang mengabaikan permohonan mereka mendapat pelayanan sebagaimana mestinya. Kondisi ini membuat warga bingung dan resah, sehingga mereka mengadukan nasibnya kepada saya,” ujar Rita Sari kepada media, Selasa (14/10/2025).

Rita menambahkan, meskipun sempat terjadi ketegangan di masa lalu, kini telah terjadi perdamaian antara pensiunan Kementerian Kesehatan (Depkes) dan para ahli waris. Depkes disebut telah mengembalikan SK Kinag kepada pemilik sah, serta memberikan surat kuasa kepada Idris bin Muhayat untuk memfasilitasi proses konversi SK Kinag menjadi sertifikat resmi.

“Pada tahun 1979–1980, dilaporkan telah diterbitkan 67 sertifikat, namun hanya 18 yang diserahkan kepada ahli waris. Sisanya hingga kini tidak diketahui keberadaannya, diduga masih dipegang oleh BPN Bogor atau BPN Depok,” ungkap Rita mengutip keterangan Idris.

BPN Depok disebut belum menunjukkan respons nyata terhadap persoalan tersebut. Upaya konfirmasi dari jurnalis bahkan disebut mendapat hambatan berupa penolakan wawancara dan pemblokiran komunikasi. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan publik terkait integritas dan transparansi pelayanan publik di lingkungan BPN Depok.

Situasi semakin pelik karena sebagian warga telah kehilangan tanahnya akibat pembangunan jalan tol. Kepala BPN Depok, Budi Jaya, dalam sejumlah pernyataannya mengaku belum mengetahui detail kasus ini dan belum menginisiasi dialog dengan para ahli waris.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, mengecam keras sikap pasif BPN Depok dan mendesak agar Kepala BPN Depok segera dicopot dari jabatannya.

Saya sangat prihatin dengan kondisi semacam itu. Pejabat yang tidak mampu bekerja melayani rakyat seharusnya diganti. Kepala BPN Depok itu ASN yang digaji dari uang rakyat, jadi tugasnya melayani rakyat. Kalau tidak bisa melayani, untuk apa dia ada di situ? Makanya harus dicopot!” tegas Wilson Lalengke.

Aktivis yang baru-baru ini tampil di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam pidatonya tentang hak asasi manusia itu menilai, kasus ini mencerminkan lemahnya sistem pelayanan publik dan perlu perhatian serius dari pemerintah pusat.

Masyarakat berharap Presiden dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN dapat turun tangan untuk menyelesaikan persoalan yang telah berlarut lebih dari lima dekade ini.

(RTA/Red)

Komentar Anda

Terima kasih telah berkunjung ke PPWInews.com. Silahkan berkomentar dengan sopan. Terimakasih.

Berita Terkini